top of page

Penghakiman Terakhir

Nats : Matius 25 : 31-46


Jemaat yang dikasihi Tuhan. Minggu Akhir Tahun Gerejawi, 22 November 2020 mengangkat topik “penghakiman terakhir” (bhs. Batak: “ari uhum sogot”) dengan mengacu kepada pemberitaan Injil Matius 25:31-46. Melaluinya kita sebagai umat percaya, diarahkan untuk tetap membangun sebuah kesadaran, bahwa hidup kita di dunia ini hanyalah bersifat sementara, hidup kekal ada di dalam Tuhan. Semua yang telah kita alami dan lalui, kelak akan kita pertanggungjawabkan saat Kristus datang kedua kalinya, untuk mengumpulkan semua orang yang telah mati dan orang yang masih hidup, karena Dialah Hakim Agung. Yesus sebagai pemimpin dan gembala yang membimbing, mengayomi dan mengupayakan kesejahteraan orang banyak kiranya tetap menjadi sumber inspirasi dan teladan bagi segenap kita.


Senada dengan itulah Yehezkiel 34:11-16 mengungkapkan bahwa sejatinya, Tuhan Allah sebagai gembala yang terus memelihara kehidupan umat percaya. Menurut konteks teks, pada waktu itu seluruh pemimpin/penguasa di Israel disebut sebagai gembala. Seharusnya mereka adalah representasi kehadiran Tuhan Allah yang memimpin umat. Akan tetapi para pemimpin Israel melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan gambaran peran gembala. Singkatnya, mereka tidak membangun kesejahteraan umat. Sebaliknya, justru mereka menggunakan kekuasaan untuk kepentingan diri mereka sendiri dan tidak peduli pada kondisi dan situasi yang tengah dihadapi umat. Mereka mengambil keuntungan dari domba-domba namun tidak menggembalakannya. Mereka tidak menguatkan yang lemah. Mereka tidak mengobati yang sakit. Mereka tidak mencari dan membawa pulang yang tersesat dan hilang. Mereka menginjak-injak domba-domba dengan kekerasandan kekejaman, sehingga domba-domba berserakan.


Jemaat yang dikasihi Tuhan. Memperhatikan kondisi yang seperti itu, Tuhan Allah ingin mengedukasi mereka, dengan memberikan teladan kehidupan seorang Gembala yang baik, dalam karya penyelamatan Tuhan Yesus Kristus. Dia adalah Gembala yang baik, gembala yang memperhatikan domba-dombanya, yaitu mencari dan menyelematkan yang tersesat dan hilang, mengumpulkan mereka yang telah berserak, serta membimbing setiap umat menuju kehidupan yang sejahtera. Janji pemulihan Tuhan Allah ini digenapi dalam dua dimensi waktu, yakni:

1) Saat Allah memulihkan kondisi bangsa Israel dengan memimpin mereka kembali dari negeri pembuangan Babel (Yeh.34:21-31).

2) Saat Mesias, yang merupakan keturunan Daud-bertakhta dalam kerajaan-Nya yang penuh keadilan, kedamaian, tak bernoda, dan kekal dalam Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat (Mat. 25:31-46).

Tuhan kita, Yesus Kristus, telah menggenapi nubuatan di atas dengan menjadi “Gembala yang baik”, yang rela mati bagi domba-domba-Nya (bnd. Yoh. 10:11). Sehingga kita sebagai domba yang sudah ditebus oleh darah-Nya yang mahal, selain mendapat jaminan menjadi warga dari Kerajaan-Nya di Sorga, kita juga perlu belajar untuk menjadi domba yang baik melalui kehidupan yang taat kepada kehendak dan pimpinan Sang Gembala sejati, Tuhan Allah Bapa dalam Yesus Kristus, selagi kita masih diberi kesempatan hidup di dunia.


Jemaat sekalian yang dikasihi Tuhan. ‘Memento mori’ merupakan ungkapan yang sering sekali muncul saat kita sedang mengenang mereka yang telah lebih dahulu mati, pada saat memasuki perayaan ibadah minggu akhir tahun gerejawi. Andreas Vesaleus(1543) adalah bapak pendiri anatomi modern, pernah mempublikasikan karyanya berupa buku yang berjudul "De humanis corpori fabrica".Gambaran mengenai sosok tengkorak yang hidup dan digambarkan seolah-olah hanya kerangkanya, yang juga sedang memeriksa orang mati. Ibaratnya, orang mati memeriksa orang mati. Ilustrasi Andreas ini merupakan gambaran dengan konsep ‘memento mori’, suatu pemikiran filsafat mengenai kematian. Memento mori berarti "ingat bahwa kita pasti mati", sebuah slogan pengingat untuk melawan kesombongan dan keangkuhan yang ada pada diri setiap manusia.


Di Minggu Akhir Tahun Gerejawi ini, kita juga dituntun oleh Firman Tuhan, untuk selalu membangun kesadaran bahwa tak ada yang abadi, hidup di dunia ini hanyalah sementara, hidup kekal ada di dalam Tuhan. Sehingga ungkapan ‘Carpe diem, quam minimum credula postero’(bhs. Latin:‘petiklah hari dan percayalah sedikit mungkin akan hari esok’), menjadi salah satu wujud penghayatan kita memaknai waktu yang sudah Tuhan beri.Selagi kita masih diberi kesempatan untuk hidupdi dunia ini, marilah kita tetap berbuat baik kepada semua orang, terutama kepada kawan-kawan kita seiman (Gal. 6:10). Renungkanlah pertanyaan ini bagi mu, dengan mengutip BE 528:1 “Tu dia ho dung mate ho? Alusi ma, alusi ma. Jempek tingkim ujungna ro, tu dia ho dung mate ho, dung mate ho, dung mate ho, sai pingkir ma tu dia ho?” Amen.


Pdt. Mangara Pakpahan, S.Th, M.Th.

Recent Posts

See All

Opmerkingen


bottom of page