top of page

KEDEWASAAN DIRI SEPERTI APA ?


Sejak lahir hingga menemui ajal manusia tumbuh dan berkembang. Tumbuh berkaitan dengan perubahan-perubahan fisik, misalnya tubuh semakin tinggi, badan semakin kekar, dada semakin menonjol dan melebar, tumbuh bulu kumis, bulu ketiak, bulu dada, dan bulu-bulu khusus ditempat lainnya. Sedangkan berkembang mengacu pada perubahan-perubahan yang bersifat non fisik: seperti cara berfikir, cara bicara, cara bersikap, dan berperilaku, dsb.


Kohnstamm dalam bukunya Persoonlijkheid in wording, menyatakan manusia selalu berada dalam proses pembentukan dan perkembangan. Ia selalu berada dalam proses “menjadi” yang tak kunjung selesai, interaksi antara factor -faktor internal dalam dirinya dengan faktor -faktor eksternal dari lingkungannya memungkinkan individu mengalami perubahan yang terus menerus.


Menurut Kartinini Kartono, tujuan perkembagan adalah menjadi manusia dewasa. Dewasa adalah suatu tahapan kehidupan di mana individu sudah mapan, matang, dan seimbang dari segi pertumbuhan jasmaniiah maupun perkembanga rohaniah-kejiwaan. Kalau pada masa kanak-kanak ditandai oleh sikap-sikap yang sangat subjektif, segalanya diukur atas dasar kesenangan pribadi, kurang bertanggung jawab, sangat bergantung pada orang lain: maka pada masa dewasa individu mengenal dan melihat realitas semakin obyektif. Menilai persoalan tidak lagi dengan ukuran “like and dislike” tapi berdasarkan “benar salah” menurut rujukan norma tertentu yang logis, mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan memandang dalam jangkauan ke depan atas konsekuensi dari tindakan yang dilakukannya.


Dilihat dari segi umur, pada umumnya wanita mulai menginjak masa dewasa pada usia 18 tahun dan pria pada usia 21 tahun. Pada usia ini, secara fisik tubuhnya sudah kuat, semua komponen biologisnya sudah memungkinkan mampu melakukan fungsi sebagaimana mestinya: jiwanya mulai mantap,ada keseimbangan antara rasio dan emosi. Namun pertambahan usia dan pertumbuhan biologis tidak selamanya sejalan dengan perkembangan rohaniah-kejiawaannya.Ada individu yang tubuhnya sudah besar dan berusia lebih 21 tahun, tapi sikapnya masih kekanak-kanakan. Ada individu yang tubuhnya sudah besar dan berusia lebih 21 tahun, tapi sikapnya masih kekanak-kanakan. Ada pula individu yang badannya masih kecil, tetapi dikatakan orang tindakannya sudah dewasa. Lalu yang dikatakan dewasa itu sebenarnya yang bagaimana?


Dewasa intelektual


Dewasa intelektual ditandai dengan sikap terbuka terhadap segala informasi, menghargai pendapat orang lain, dan objektif dalam memandang persoalan. Orang yang aspek intelektualnya belum dewasa hanya akan mempercayai informasi yang berasal dari kalangannya sendiri. Ia hanya mau percaya bahwa itu betul dan ini salah, bila penjelasannya dating dari gurunya, kelompoknya, yang sealiran dengannya, atau mendukung pendiriannya. Sedangkan informasi yang berasal dari sumber-sumber lain tak mendapat tempat untuk diperhatikan, dikaji, atau dipertimbangkan kebenarannya: paling tidak sekedar untuk dicari kesahannya dan ditolak. Orang yang secara intelektual dewasa, tidak hanya mau menerima informasi yang mendukung pendiriannya atau berasal dari kelompoknya, tapi juga bersedia berhadapan dengan informasi yang berasal dari sumber lain yang bertentangan dengan keyakinannya sekalipun secara objektif, tanpa para sangka. Tidak langsung menerima atau menolaknya sebelum informasi itu dikajinya dengan pemikirtidaan yang jernih. Setiap informasi ditelaah sehingga tampak kesalahannya atau terlihat kebenarannya. Ia teguh pendirian memiliki pendapat dan keyakinan, tapi iapun menyediakan “ruang” dalam dirinya sebagai tempat menguji Kembali semua pendirian, pendapat, atau keyakinan yang dianutnya selama ini. Ia bersedia berubah pendirian, bila ada informasi yang memiliki dasar argumentasi yang lebih kuat dan absah. Karena itu, ia terbuka bila pendapatnya dikritik atau disalahkan orang. Ia menyadari bahwa keyakinan yang sekarang dianutnya adalah benar atas dasar sejumlah informasi sejauh yang diketahuinya; sementara itu, masih jauh sangat banyak informasi lain yang belum pernah diketahui dan dikajinya. Dengan berpikir kritis dan dialektis seperti ini, akan menghasilkan pendapat yang terpuji, kokoh, dan dapat dipertanggung jawabkan.


Benar bahwa informasi yang datang bisa menimbulkan keraguan dan keguncangan jiwa, Misalnya saja bila pada suatu saat mendapat informasi yang lengkap, akurat, kuat, dan logis mengenai keganjilan dan ketidaklogisan agama yang anda anut. Sungguhpun demikian keraguan, kebimbangan, keguncangan membawa orang kepada penelitian dan pemikiran. Dengan pemikiran yang jernih, kita akan sampai kepada keyakinan yang Tangguh dan ketentraman yang utuh.

Suatu pendapat atau keyakinan yang selalu dihindarkan dari perbenturan dengan informasi-informasi lain, hanya akan melahirkan keyakinan yang sangat rapuh, tak tahan uji, dan tidak dapat dipertanggung jawabkan. Orang seperti ini adalah orang defensive dan bersikap tertutup. Betapapun argumentasi yang mengungkapkan kekeliruan pendiriannya itu objectif, logis, akurat, dan cukup bukti, akan ditolaknya mentah-mentah. “Pokoknya pendapatku benar. Aku tak percaya pendapatmu”, begitu ucapan yang sering diungkapkan orang yang inteleknya tidak dewasa. Ciri lainnya adalah untuk sepakat dalam ketidak-sepakatan. Ya berusaha meyakinkan bahwa penadatnya benar, tapi dia tidak memaksa agar orang lain sependapat dengannya, tidak pula ya membenci orang yang tidak sepaham. Perbedaan pendapat baginya merupakan hal yang amat wajar dan manusiawi; tak perlu disesalo; tidak mungkin pendirian semua orang seragam seperti yang ia inginkan.


Dewasa Sosial

Bila orang senang memiliki hubungan baik dengan orang lain, ingin berguna bagi orang lain, senang membantu, gemar berkorban buat orang banyak pertanda dirinya secara sosial telah dewasa.


Manusia adalah mahluk sosial yang tak bisa hidup sendiri. Dalam hidup ia berhubungan dengan orang lain secara positif. Ia memandang dirinya sebagai bagian dari kehidupan sosial yang lebih luas. Bagi orang yang secara sosial telah dewasa, nilai persahabatan dan saling pengertian lebih diutamakan ketimbang kepentingan pribadinya. Karena itu, ia berusaha menjalin cinta kasih yang tulus dan bersikap ramah dengan sesamanya. Ia penuh perhatian terhadap problem orang lain: bahkan kalua mampu, berusaha mencoba membantu mengatasinya. Ia peka terhadap lingkungan sekitar dan masalah masalah sosial yang tengah berlangsung: setidaknya ia memandang sebagai bagian yang harus dipikirkannya. Ia memiliki semangat berkorban untuk orang lain. Hatinya resah sebelum mampu memberikan sesuatu yang bermakna buat orang lain. Ia merasa hidupnya tidak bernilai jika tak mempunyai peran positif bagi orang lain.

Orang lain adalah sahabat, tempat berbagi pengalaman dan perasaan, serta menumbuhkan kepribadian; sebagai cermin, tempat mengukur “aku”, mencari posisi, dan menyesuaikan diri; juga tempat berbakti. Orang yang dikatakan dewasa sosial tidak menunggu sampai orang lain mengenal dan menghormati dirinya, tapi ia sendiri yang berinisiatif mendekati orang lain. Bukan hanya mau dimengerti, tapi juga ia berusaha mengerti orang lain. Ia bersedia dan mampu hidup sendiri bila suatu saat situasi dan kondisi menuntutnya harus begitu.


Dewasa Emosional

Dewasa emosional berarti mampu melahirkan dan mengendalikan emosi sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Tahu cara dan dalam situasi yang bagaimana harus mengungkapkan ledakan kemarahan, rasa kesedihan, ataupun luapan kebahagiaan. Ketika marah, bukan sekedar marah yang membabi buta karena terdorong hawa nafsu, tapi sudah dipertimbangkan segala konsekwensinya. Begitupula ketika mengungkapkan emosi kebahagiaan, berusaha menghindarkan diri dari sikap atau Tindakan yang bisa mengganggu orang lain.


Adakalanya saking bahagianya atau saking sedihnya, orang bercerita tentang pengalamannya atau dirinya dengan bersemangat. Kata-katanya meluncur dengan deras. Rasanya hanya dialah seorang yang punya ceritra dan pengalaman menarik. Bila ditanggapi tambah semangat berceritanya. Sangat reaktif dan responsive, tak acuh kurang menghiraukan, apalagi memberi tanggapan. Malah, pembicaraan orang lain berusaha dipotongnya, dan dialihkan lagi pada ceritra diri dan pengalamannya.

Berceritra tentang diri kita sendiri memang sangat menarik buat diri kita. Dan, saking menariknya, orang bisa berjam-jam berceritra tentang dirinya. Namun tragisnya, ceritra tentang diri sendiri bisa menjemuhkan bahkan menjengkelkan orang lain, kecuali jika ceritranya memang menarik buat orang lain. Maka, bagi orang yang sudah dewasa emosinya, betapapun inginnya ia mengungkapkan segala pengalamannya. Ia pun bersedia dan mau memperhatikan, mendengarkan, dan menanggapi ceritra serta pengalaman lawan bicaranya. Bahkan Ia sendiri berinisiatif menanyakan pengalaman temannya, rasa bahagianya, ataupun keluhannya. Ketika emosi sedang meluap-luap, orang bisa lepas control, melakukan apasaja tanpa kendali. Misalnya, orang yang sedang “kasmaran” secara refleks bernyanyi-nyanyi sepanjang jalan, atau tanpa menyadari orang-orang memperhatikannya; dalam kerumunan banyak orang, tiba-tiba berteriak: “Hey, kemana saja kau?!!”. Ketika ia melihat teman akrabnya yang sudah lama tak jumpa.


Emosi, memang tidak selalu jelek. Emosi memberikan bumbu dalam kehidupan; tanpa emosi hidup ini kering dan gersang. Ia adalah pembangkit energi, mengungkapkan semangat, rasa marah, takut, cinta dan rasa keindahan. Kedewasaan emosi ditandai pula oleh sikap yang selalu berusaha membuang perasaan dendam. Bila dikritik atau disalahkan orang. Ia tidak membalasnya dengan cara mencari-cari kesalahan orang yang menyalahkannya. Ia tidak malu mengaku kesalahan dirinya, juga tidak keberatan mengakui kelebihan orang lain, sekalipun itu musuhnya. Betapapun pedasnya kritikan orang terhadapnya, Ia bersikap tenang. Tidak mudah tersinggung, tapi iapun cukup berani membela kebenaran pendapatnya bila dibantai secara semena-mena dan tanpa dasar.

Ciri lain dari dewasa emosional adalah menghindarkan segala macam prasangka buruk, tidak mudah menuduh atau menilai dan tidak cepat memberikan vonis sebelum cukup bukti dan tidak berpikir “hitam putih”. Ia memiliki nuansa dalam berpikir. Jika temannya tidak datang sesuai dengan perjanjian, misalnya, ia tidak langsung memvonis: “wah, ternyata temanku tak bisa dipegang janjinya.” ia punya dugaan: mungkin ada acara mendadak yang sangat penting, mungkin sengaja tidak datang, atau sederetan kemungkinan lainnya. Selain itu, orang yang secara emosional dewasa. Juga ditandai oleh keadaan emosi yang stabil. Ia tidak malu atau kaku Ketika harus berbicara di depan orang. Iapun tidak megobral ceritra kesedihan atau rahasia pribadi kepda sembarang orang. Namun, ia tidak malu mengungkapkan problem pribadinya, bila ia sendiri memang tak sanggup memecahkannya.


Dewasa Moral

Secara moral, orang dituntut untuk memahami hak-hak orang lain dan batas batas hak yang dimilikinya, agar tidak saling bertabrakan. Ia menempatkan nilai kebenaran diatas segalanya. Ia mersa bertanggung jawab atas segala tindakannya bukan saja kepada sesame manusia, tapi juga kepada Tuhan.

Moral yang dimaksudkan disini meliputi: hati Nurani, norma kemasyarakatan, dan ajaran agama. Hati nurani adalah “suara hati” dari kedalaman rohani yang selalu jujur. Norma kemasyarakatan adalah tata aturan hidup yang sudah diakui secara sosial. Ajaran agama adalah “way of life” yang menyeluruhkan, yang bersumber dari firman Allah. Dengan berpatokan pada moral orang tidak lagi berpikir liar, membuat aturan dan patokan hidup sendiri-sendiri berdasarkan kepentingan masing-masing. Tidak semua masalah bisa dihakimi dengan akala tau kemampuan intelektual. Bahkan, dalam kondisi tertentu kadang-kadang hati nuranipun sukar diajak bicara; apalagi norma kemasyarakatan sering mudah ditolerir. Sebab, akal sering melakukan kekeliruan karena dipengaruhi subjektivitas individu: hati nurani kadang-kadang macet akibat seringnya dikotori oleh tindakan rasionalisasi dan justifikasi; norma kemasyarakatan cenderung memihak karena sifatnya lokal atas dasar pertimbangan kelompok. Karena itulah, orang memerlukan rujukan yang nilainya absolut yaitu: ajaran agama. Namun demikian, pada akhirnya terjadi gerak melingkar. Toh, pemahaman ajaran agama memerlukan penelahan lewat kemampuan intelektual (akal/pikiran), hati nurani yang bersih, dan menghubungkannya dengan medan kehidupan yang dihadapi.

Di sini semua kriteria kedewasaan bertemu: dewasa intelektual, dewasa sosial, dewasa moral. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, kriteria kedewasaan bisa dilihat dari segi intelektual. Sosial, emosional, dan moral. Ringkasnya kriteria kedewasaan bisa digambarkan sebagai berikut:

Terbuka terhadap segala informasi. Bersedia mengoreksi dan menguji kembali pendirian dan keyakinannya, toleran terhadap perbedaan pendapat obyektif dalam memandang persoalan. Senang memiliki hubungan baik dengan orang lain, ingin berguna bagi orang lain, punya semangat berkorban buat orang banyak, membuat dan bekerja sama, mersa terpanggil untuk turut memikirkan masalah-masalah kehidupan sosial. Mampu melahirkan dan mengendalikan emosi: bisa mengidentifikasi kepada siapa, dimana, kapan, dan bagaimana mengungkapkan kemarahan, kesedihan, atau kegembiraan, dengan menyadari dan bertanggung jawab terhadap semua konsekuensinya. Serta merasa bertanggung jawab atas semua tindakannya, baik kepada sesama manusia, terlebih lagi terhadap Tuhan.


Yang mana yang telah anda capai?

Bagaimana kedewasaan diri anda?


St.Drs.M.Simanjorang,BBA.,S.Th.,M.Pd.,Ph.D.


Comments


bottom of page