top of page

“HALLELUJAH”, ORATORIO MESSIAH KOMPOSISI NOMOR 39 DI BAGIAN 2 GEORGE FRIDERIC HANDEL (1685-1759)

Hallelujah, for the Lord God omnipotent reigneth. (Revelation IXX,6)

The kingdom of this world is become the kingdom of our Lord and of his Christ;

and he shall reign for ever and ever. (Revelation XI,15)

King of Kings and Lord of Lords. Hallelujah. (Revelation IXX,16)


Pengantar

Lagu Hallelujah adalah lagu yang tidak asing bagi orang Kristen. Sebagai lagu yang bahasa aslinya adalah bahasa Inggris lagu ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia, bahkan telah tersedia di dalam bahasa Batak. Oleh karena itu lagu ini sangat populer pada gereja-gereja Kristen Batak termasuk kita, jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Namun, berapa banyakkah dari kita yang menyadari bahwa lagu ini merupakan bagian dari suatu oratorio yang secara keseluruhan diinspirasi oleh penyataan Alkitab (Biblical revelation) akan Tuhan Yesus Kristus?

Oleh karena itu pada artikel ini penulis bermaksud untuk meneliti lagu ini berdasarkan posisinya sebagai bagian dari oratorio Messiah karya komponis era Baroque yang bernama George Frideric Handel dan penyataan Alkitab akan Yesus Kristus yang menginspirasinya.

Oratorio Messiah sebagai karya George Frideric Handel

Messiah merupakan satu dari sekian banyak oratorio yang diciptakan oleh George Frideric Handel semasa hidupnya. Oratorio ini disusun dalam waktu 24 hari pada tanggal 22 Agustus sampai dengan 14 September 1741 saat Handel berusia 56 tahun. Dipertunjukkan untuk pertama kalinya di Dublin pada bulan April 1742 dan kemudian di London pada bulan Maret 1743. Pada tahun 1759 di usianya yang ke-74 dan dalam keadaan yang hampir buta, Handel mendirigeni sepuluh konser ciptaannya untuk yang terakhir kalinya dengan Messiah pada urutan terakhir yaitu pada tanggal 6 April, tidak lama sebelum hari Paskah. Handel meninggal dunia di London pada tanggal 14 April 1759 yang bertepatan dengan hari Jumat Agung.

Handel menata Messiah sedemikian rupa dengan membaginya menjadi tiga bagian sebagai berikut:


1. Bagian 1

Mengisahkan nubuat tentang kelahiran Kristus (Birth) yang terdiri dari 18 komposisi (nomor 1 sampai dengan 18).

2. Bagian 2

Mengisahkan nubuat tentang penderitaan dan kematian Kristus (Passion) yang terdiri dari 21 komposisi (nomor 19 sampai dengan 39).

3. Bagian 3

Mengisahkan tentang kebangkitan Kristus (Resurrection) yang terdiri dari 8 komposisi (nomor 40 sampai dengan 47).


Jadi secara keseluruhan Messiah terdiri dari 47 komposisi yang oleh Handel ditata sedemikian rupa sebagai suatu komposisi yang indah. Komposisi Hallelujah sendiri merupakan komposisi nomor 39 yang berada pada urutan terakhir dari bagian 2.

Kitab Wahyu (Bibel Batak: Pangungkapon) yang menginspirasi Hallelujah

Lagu Hallelujah sendiri diinspirasi oleh beberapa ayat dalam kitab Wahyu. Mari kita telaah ayat-ayat ini.

1. Wahyu 19:6

Lalu aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: “Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja.”

Hallelujah, …. Handel membuka koor ini sedemikian rupa untuk menggambarkan apa yang didengar oleh Yohanes, yaitu “seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat” (Wahyu 19:6), di dalam orkestrasi megah suasana penobatan raja dari suatu bangsa (coronation anthem) yang dilengkapi dengan suara terompet dan tambur. Siapakah yang dimaksud Yohanes dengan “himpunan besar orang banyak” itu? Ayat 1 di dalam pasal yang sama juga berbicara mengenai “himpunan besar orang banyak”, sebagaimana dimaksud di dalam ayat 6, yang mengatakan: “Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita,”. Pasal 7 ayat 9 dan 10 mencatat bagaimana gereja, yang disebut “kumpulan besar orang banyak” itu, dengan penuh suka cita mengakui bahwa keselamatan yang mereka terima sepenuhnya merupakan kehendak Tuhan yang berdaulat dan karya penebusan Kristus, Anak Domba Allah. Robert H. Mounce di dalam The Book of Revelation – Revised (NICNT) mengatakan mengenai ayat 1: “The specific mention of salvation (as in 7:10) and the concern for avenging the blood of the martyrs (as in 6:10) make it more likely that they are the church triumphant of 7:9-10, 13-17.” Jelas bahwa “himpunan besar orang banyak” sebagaimana dimaksud oleh Yohanes itu tidak lain adalah orang-orang kudus, gereja.

Wahyu pasal 19 ayat-ayat 1, 3, 4 dan 6 merupakan satu-satunya bagian di dalam Perjanjian Baru dimana kata “Haleluya” muncul. Kata ini berasal dari dua kata Ibrani yaitu halal dan Jah yang berarti “Pujilah Tuhan”, “Praise Yahweh”. Bentuk Ibrani dari kata tersebut mengawali sejumlah Mazmur di dalam Perjanjian Lama dan secara teratur diterjemahkan sebagai “Pujilah Tuhan”, “Praise the Lord” (Mazmur 106:1, 111:1, 112:1, 113:1, 117:1, 135:1, serta ayat 1 dari pasal 146 sampai dengan 150). Akan tetapi konteks kata “Haleluya” di dalam ayat-ayat 1, 3 dan 4 berbeda dengan konteks di dalam ayat 6. Mengenai ayat 6 Mounce di dalam buku yang sama mengatakan: “… the context indicates that we are entering into a new phase in the eschatological finale of Revelation.” Maksudnya: Kata “Haleluya” di dalam ayat-ayat 1, 3 dan 4 merupakan pujian gereja oleh karena Tuhan akan segera menghancurkan Babel, gambaran mengenai kerajaan iblis yang saat itu juga sedang dimanifestasikan oleh kerajaan Roma, sebagaimana dimaksud di dalam pasal 18. Sedang kata “Haleluya” di dalam ayat 6 ini merupakan antisipasi pernikahan Anak Domba dengan mempelai-Nya, yaitu gereja, di dalam suatu pernikahan yang penuh suka cita kelak, suatu tahap baru di dalam babak penutup yang eskatologis.

… for the Lord God omnipotent reigneth. Dalam konteks kerajaan Roma yang bangga kepada dirinya sendiri dan sangat berkuasa itu, menyebut Tuhan sebagai “Yang Mahakuasa” dipandang sebagai tindakan orang percaya yang melawan kaisar Roma. Kata “Yang Mahakuasa” menunjuk pada orang yang memegang kendali atas segala sesuatunya. Domitian, Kaisar Roma, yang bertahta setelah kaisar Titus mengenakan atas dirinya gelar “Tuhan dan Allah kita.” Handel menata bagian ini sedemikian rupa untuk menggambarkan bagaimana suara orang-orang kudus, himpunan besar orang banyak itu, memproklamasikan bahwa oknum serba berkuasa yang kini memegang kendali atas segala suatunya itu adalah Kristus, Tuhan dan Allah kita. William Hendriksen menegaskan hal itu di dalam bukunya More Than Conquerors dengan mengatakan: ”These voices proclaim in unison that the Lord, God, the Almighty has now revealed Himself in the full majesty of His royal glory and power.”

2. Wahyu 11:15

Lalu malaikat yang ketujuh meniup sangkakalanya, dan terdengarlah suara-suara nyaring di dalam sorga, katanya: “Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapi-Nya, dan Ia akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya.”


The kingdom of this world is become the kingdom. Handel menata bagian ini dengan dekresendo, sehingga ritme koor melambat dan suara koor melembut untuk menggambarkan bagaimana suara-suara nyaring bala tentara sorga yang didengar oleh Yohanes itu menyatakan betapa tenangnya dunia ini saat nanti Kristus memerintah secara penuh atasnya. Pemerintahan Kristus itu saat ini sudah ditegakkan pada saat Ia datang untuk pertama kalinya dan kelak akan disempurnakan pada saat Ia datang untuk yang kedua kalinya. Hanya untuk sementara waktu saja Tuhan membiarkan bangsa-bangsa rusuh, suku-suku bangsa mereka-reka perkara yang sia-sia, raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar bermufakat bersama-sama untuk melawan Dia dan yang diurapi-Nya (Mazmur 2:1-2), sebagaimana digambarkan oleh Handel di dalam Why Do The Nations So Furiously Rage, komposisi Messiah nomor 36 di dalam bagian 2.


… the kingdom of our Lord and of his Christ. Pada bagian ini koor dan orkestrasi terompet dan tambur kembali menggegap untuk menggambarkan bagaimana suara-suara nyaring dari bala tentara sorga itu menyerukan bahwa kuasa dan pemerintahan atas dunia ini telah diambil alih sepenuhnya oleh Tuhan dan Ia yang diurapi-Nya, yaitu Kristus yang akan memerintah selama-lamanya. … and he shall reign for ever and ever. Bagian yang oleh Handel ditata berulang-ulang ini menggambarkan bagaimana bala tentara sorga itu menegaskannya. Mounce di dalam buku yang sama mengatakan: “This great eschatological event that establishes once and for all the universal sovereignty of God is a recurring theme in OT prophecy.” Maksudnya : Peristiwa eskatologis yang besar ini bukan merupakan hal yang sama sekali baru. Kedaulatan Tuhan yang universal itu merupakan tema yang berulang-ulang dicatat dalam nubuat Perjanjian Lama. Daniel menubuatkan hari dimana kerajaan Tuhan akan sepenuhnya menghabisi semua kerajaan dunia ini (Daniel 2:44). Zakharia bernubuat mengenai suatu hari dimana Tuhan akan menjadi “Raja atas seluruh bumi” (Zakharia 14:9). Mounce melanjutkan: “Now this sovereignty passes to him as a rightful possession in view of the successful completion of his messianic ministry.

3. Wahyu 19:16

Dan pada jubah-Nya dan paha-Nya tertulis suatu nama, yaitu: “Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan.”

King of Kings and Lord of Lords. Hallelujah. Handel menata klimaks dari Hallelujah dengan berulang-ulang menggemakan nama dari penunggang kuda putih itu, yang di dalam Wahyu pasal 19 ayat 11 disebut “Yang Setia dan Yang Benar”, yaitu “Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan.” Mounce mengatakan: “This name emphasizes the universal sovereignty of the warrior Christ in his eschatological triumph over all the enemies of God.” Nama yang tertulis pada jubah dan paha Kristus, penunggang kuda putih yang tampak di dalam penglihatan Yohanes itu, menegaskan universalitas wilayah kedaulatan-Nya di dalam kemenangan eskatologis-Nya yang penuh atas semua musuh-musuh Tuhan kelak. Herman Bavinck di dalam The Last Things mengatakan: “For he does not return in the form of a servant but with great power and with his own and the Father’s glory …, as King of kings and Lord of lords …” Kristus tidak kembali di dalam rupa seorang hamba sebagaimana di dalam kedatangan-Nya yang pertama. Kelak Ia akan kembali dengan kuasa dan kemuliaan sorgawi yang besar sebagai Raja atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan. Handel mengakhiri koor ini dengan menata suara gereja, himpunan besar orang banyak yang adalah mempelai Kristus itu, yang menyerukan: “Hallelujah” diiringi orkestrasi penuh komposisi ini, sebagai penutup upacara penobatan yang penuh dengan keagungan sorgawi itu.

4. Posisi Hallelujah di dalam oratorio Messiah

Posisi Hallelujah yang berada pada urutan terakhir dari bagian 2 Messiah yang mengisahkan penderitaan dan kematian Kristus itu menyatakan hal-hal penting berikut ini:

  1. Ia adalah Mesias yang tertindas dan menderita. Zakharia menubuatkan: “… Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda” (Zakharia 9:9).

  2. Ia menyelesaikan tugas kemesiasan-Nya dengan merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Filipi 2:8).

  3. Oleh ketaatan-Nya itu Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama (Filipi 2:9). Di dalam kematian-Nya Ia menaklukkan kuasa maut dan dari kematian-Nya itu Ia dibangkitkan. Sebelum kenaikan-Nya ke sorga Ia berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi” (Matius 28:18).

  4. Orang-orang kudus saat ini sudah memulai (the already) dan nanti (the not yet) akan sepenuhnya dalam suka cita menobatkan Kristus, Yang Mahakuasa, sebagai raja yang menduduki takhta-Nya (Wahyu 19:6) dengan seruan “Haleluya.” Kesempurnaan penuh eskatologis yang sifatnya “nanti” itu pada “saat ini” juga sudah dan sedang menaungi gereja sebagai persekutuan orang-orang kudus yang terus berjalan hingga pada tujuan akhir yang besar itu.

  5. Masa sekarang ditentukan oleh masa yang akan datang. Bagaimana orang-orang kudus harus hidup pada masa sekarang ditentukan oleh keadaan sempurna pada masa yang akan datang (Efesus 5:15-17, Filipi 1:27).

  6. Masa yang akan datang menentukan bagaimana orang-orang kudus harus hidup pada masa sekarang (Wahyu 3:4).

Penutup

Meresponi pujian Thomas Hay, Earl of Kinnoul VIII, beberapa saat setelah menampilkan Messiah untuk pertama kalinya di London pada tahun 1743, Handel mengatakan: “My Lord, I should be sorry if I only entertained them, I wished to make them better.” Ia ingin agar karya besarnya itu mengubah hidup orang lain dan dengan demikian menjadi pujian bagi kemuliaan Kristus. Drama penobatan Kristus yang digambarkan melalui komposisi Hallelujah yang sedemikian indah dan megah ini bukan merupakan realita yang sama sekali baru bagi kita sebagai orang-orang kudus sekarang. Realita penuh eskatologi itu merupakan penentu dan kelanjutan dari hidup kita sekarang. Kehadiran gereja di tengah-tengah sejarah dunia saat ini merupakan antisipasi dari inaugurasi rajawi Kristus nanti. Kita telah mencicipinya tetapi belum menerima sepenuhnya. Kebangkitan Kristus merupakan jaminan akan hal itu. Eskatologi telah dimulai dan akan disempurnakan sepenuhnya nanti.

St. Jessy Victor Hutagalung, SE

HKBP Duren Sawit, Lingkungan Kav.AL

Comments


bottom of page